Cara Menghindari Penularan Virus Corona Varian Baru
Liputanberitaku.com – Jumlah kasus virus corona penyebab Covid-19 di Indonesia akhir-akhir ini semakin meningkat. Hal ini tidak terlepas dari munculnya beberapa varian virus corona baru yang terbukti lebih menular dan menular.
Dari sekian banyak varian baru akibat mutasi virus SARS-CoV-2, varian Delta yang paling banyak terinfeksi.
Varian Delta, juga dikenal sebagai coronavirus B.1.617.2, pertama kali terdeteksi di India pada Oktober 2020.
Virus ini masuk ke Indonesia dan menginfeksi puluhan orang di beberapa wilayah, termasuk Kudus, Jawa Tengah, dan Jakarta.
Ahli patologi klinis dan dokter tunggal di Severas Mallet University (UNS). Tonang Dwi Ardyanto, Sp.PK., PhD, prosedur medis, upaya 3T (pemantauan dan pengujian terapeutik), dan vaksin, bahkan ketika mutasi virus corona dianggap sangat “agresif” tidak secara signifikan mempengaruhi kisaran inokulasi.
“Sampai saat ini cara penularan (varian Delta) belum berubah, tetap lewat mata, mulut, dan hidung,” jelas dia, Minggu (20/6/2021).
dr. Tonang mengatakan kita bisa belajar dari India dalam menghadapi ancaman Covid-19 varian baru. Ahli yang juga menjadi Juru Bicara (Jubir) Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 RS UNS Solo itu membebarkan data, pada 4 April 2021, ketika pertama kali jumlah kasus baru di India kembali mencapai 100 ribu (sama dengan puncak 16 September 2020), jumlah testing PCR kembali lebih dari 1 juta PCR per hari (dari standar minimal 200 ribu per hari).
Saat itu, vaksin baru terdiri dari 0,8% dari dosis total dan 5,0% dari satu suntikan. Sedangkan jumlah perkembangbiakan efektif (Rt) mencapai 1,46.
Angka tersebut telah meningkat sejak mencapai 0,89 pada awal Februari. Rt dapat dengan mudah dipahami sebagai jumlah kasus tambahan yang terjadi di lapangan setelah melalui proses lain.
Setiap orang yang menghadapi epidemi harus menjaga Rt mereka di bawah setidaknya. Kemudian tekan lagi dan itu akan mendekati nol.
Sejak itu, yang terjadi di India adalah kurungan dari 15 hingga 30 April 2021 yang diperpanjang. Kasus memuncak pada 6 Mei 2020, dengan 400.000 kasus per hari.
Saat itu, jumlah PCR adalah 1,7 juta per hari dan tingkat positifnya adalah 22,6%. Pada saat itu, tingkat penyelesaian vaksinasi adalah 2,3% dan tingkat injeksi tunggal adalah 9,6%. Rt turun menjadi 1,06.
Apa yang bisa dilakukan masyarakat dalam menghadapi ancaman Covid-19 varian baru?
dr. Tonang mengatakan, masyarakat harus selalu disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan. Karena protokol itu, maka kesempatan virus masuk ke tubuh manusia semakin kecil.
“Mau apapun mutasi virusnya, apapun variannya, yang penting adalah tidak masuk ke tubuh kita. Protokol kesehatan itu kunci utamanya. Hati-hati dan waspada,” tutur dia.
Semakin lengkap paket protokol kesehatan yang dilakukan, maka kian kecil pula peluang virus bisa masuk ke dalam tubuh manusia.
Apakah tetap perlu vaksinasi?
dr. Tonang menegaskan, masyarakat yang memenuhi persyaratan tentu tetap butuh vaksinasi karena tidak mungkin protokol kesehatan diberlakukan secara ketat dalam jangka lama.
“Maka perlu vaksinasi agar saatnya nanti kombinasi keduanya mampu menekan benar penyebaran virus,” jelas dia.
Setelah itu, protokol kesehatan dapat dilonggarkan. Misalnya, cuci tangan tetap dilanjutkan, tapi masker bisa hanya dipakai pada kondisi berisiko dan kegiatan sosial bisa lebih nyaman dijalankan tanpa jarak terlalu lebar.
“Tapi itu nanti, masih perlu waktu, masih perlu bukti keseriusan kita. Tanpa itu semua, maka risiko ‘rebond’ selalu ada,” jelas dia.
Artikel asli