Kisah Cynthia Lestari Bangun Komunitas Hidup Minimalis, Lyfe With Less
Liputanberitaku.com — Cynthia Suci Lestari merupakan sosok pendiri dari sebuah komunitas gaya hidup minimalis bernama Lyfe With Less (LWL). Cynthia menceritakan kisahnya dalam membangun komunitas tersebut.
Penasaran dengan kisah Cynthia? Simak langsung ulasan lengkapnya berikut ini.
Lyfe With Less berawal dari sebuah wadah self healing Cynthia dalam menghadapi quarter life crisis
Membangun sebuah komunitas memang tak mudah. Hal ini pula yang dirasakan oleh Cynthia. Dirinya bercerita jika pada awalnya, komunitas LWL yang ia bangun sebenarnya dibuat sebagai wadah self healing journer dirinya kala menghadapi quarter life crisis. “Sebenarnya tujuan pertama dari adanya LWL ini sebagai self healing journery aku kala menghadapi krisis saat itu. Jadi aku bikin LWL sebagai curahan pikiran dan hati aku. Bisa dianggap sebagai wadah self healing aku,” terangnya.
Ia pun tak menyangka jika platform yang ia buat tersebut, mendapat respons yang baik. Namun, ia menegaskan jika tujuan utama dalam membangun komunitas ini ialah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pola hidup konsumtif sehingga beralih menjadi gaya hidup minimalis.
Menurut Cynthia, hidup minimalis sangat penting terutama dalam era digital saat ini. Sebab, konsumtif juga bisa berkaitan dengan media digital
Kondisi yang dituntut serba digital, ternyata gak serta merta membuat kehidupan jadi lebih mudah dan sederhana. Menanggapi ini, ia mengatakan jika seharusnya sebagai manusia, kita memiliki kekuatan untuk memilah dan merespons stimulus yang ada di media digital dengan lebih baik. Jangan sampai kita terus termakan promosi dan iklan, sehingga jadi orang yang impulsif. “Sekarang kita ada di era digital, semua orang bisa mudah terkontrol oleh sosial media dan gadget mereka. Seharusnya kita sebagai manusia punya power untuk memilah atau merespons stimulus-stimulus yang ada, baik stimulus iklan, influencer, promo, dan lain-lain. Jangan sampai terus termakan dan berakhir impulsif. Sadarlah dengan apa yang kita konsumsi,” katanya.
Dengan banyaknya aspek konsumtif yang ada, Cynthia berharap LWL bisa menyadarkan banyak orang untuk hidup lebih sederhana
Sifat konsumtif gak hanya datang dari barang berupa makanan, minuman, dan barang konsumsi lain saja. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, sifat konsumtif juga bisa hadir pada konsumsi media atau pemberitaan.
Oleh karena itu, sebaiknya kita sadar jika sudah dikepung dengan potensi konsumtif dan impulsif yang semakin besar. “Saat ini, sikap konsumtif juga gak hanya dari barang-barang saja, tetapi bisa juga konsumsi media atau pemberitaan yang bisa membuat kita termakan oleh hoaks yang ada,” ucapnya. Dengan begitu, Cynthia berharap agar kehadiran LWL ini bisa meningkatkan kesadaran bahwa sebaiknya kita berhenti jadi orang yang konsumtif dan bisa lebih bijaksana dalam mengelola uang dan mengonsumsi suatu barang.
Bila kamu yang ingin jadi orang minimalis, mulailah melakukan decluttering barang yang ada di sekitarmu
Untuk menjadi orang yang minimalis, sama sekali tak memerlukan uang. Kamu bisa mulai dari apa yang kalian punya. Misalnya, memakai sampai habis barang yang kamu miliki. Setelah itu, Cynthia menyarankan untuk mulai melakukan decluttering. Istilah ini sendiri merujuk pada proses memilah dan menyingkirkan barang yang kita punya.
“Mulailah decluttering barang-barang yang ada di sekitarmu. Pilih yang masih kamu butuhkan dan masih berfungsi. Kalau sudah gak ada nilainya, bisa kamu kasih teman, saudara, atau adik. Bahkan, kalau masih punya nilai jual, bisa dijual kembali,” ucapnya.
Terakhir, Cynthia memberikan tips bagi kamu yang ingin mulai melakukan decluttering
Terdapat tiga hal yang harus ditanamkan saat kamu ingin mulai melakukan decluttering, yaitu harus jujur, sabar, dan ikhlas. Ketiganya penting karena dalam decluttering, kamu harus menyeleksi dan mengeliminasi barang yang mungkin memiliki nilai sentimental.
“Kalau melakukan decluttering, harus jujur dengan diri sendiri. Misalnya, ada buku yang sudah lama kita baca dan gak berminat untuk kita baca lagi. Kita sudah tahu hal itu, lalu kenapa harus disimpan? Lalu, kita juga harus lebih sabar karena decluttering kadang melibatkan sisi emosional terhadap barang-barang yang sentimental,” ungkapnya. “Terakhir, ikhlaskan barang-barang yang sudah harus dieliminasi. Jangan menyesal lagi. Harus fokus dengan fungsinya, kebutuhannya, atau kesenangannya dan gak dipikirkan kembali,” imbuhnya.
Cynthia menuturkan jika komunitas LWL baru saja meluncurkan kegiatan terbarunya guna mendorong kegiatan decluttering. Kegiatan tersebut bernama saling silang yang bertujuan untuk menukar, menjual, atau memberikan barang-barang hasil decluterring dalam grup LWL yang ada di Telegram.
“Kita juga baru ada launching kegiatan bernama saling silang. Di mana, teman-teman yang tergabung dalam Telegram group, setiap hari Minggu itu boleh menjual, menukar, atau memberikan secara gratis barang-barang hasil decluttering mereka ke dalam grup. Seperti forum jual beli, tetapi bisa juga dikasih secara cuma-cuma,” jelasnya.